Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menginstrusikan ke seluruh apotek di Indonesia untuk berhenti dalam menjual obat sirup kepada masyarakat. Selain itu, para tenaga kesehatan juga diminta agar tidak meresepkan obat dalam bentuk sediaan cair atau sirup sampai adanya pengumuman resmi dari pemerintah.
Dengan adanya instruksi yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan terkait penghentian sementara penjualan dan resep obat sirup, seberapa aman obat sirup boleh di konsumsi? Dan apakah ada pengecualian obat sirup yang masih boleh dikonsumsi?
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, dr. Siti Nadia Tarmizi mengatakan bahwa sirup kering merupakan jenis obat sirup yang dikecualikan dalam larangan tersebut sehingga masih diperbolehkan untuk dikonsumsi masyarakat.
Dilansir dari laman resmi Kementerian Kesehatan, sirup kering ini adalah obat serbuk yang harus dilarutkan terlebih dahulu menggunakan air mineral sampai ada batas tanda tertentu. Jika tidak terdapat petunjuk tanda batas, maka konsumen bisa bertanya kepada apoteker untuk melarutkan sirup kering menggunakan gelas ukur. Larutan dari sirup kering ini mengandung antibiotik, hanya bisa digunakan maksimal 7 hari setelah dilarutkan, dan harus dihabiskan.
Seperti yang diketahui, larangan mengonsumsi obat sirup dan cair berkaitan dengan kasus gagal ginjal yang terjadi pada anak-anak. Kementerian kesehatan mencatat terdapat 2016 kasus gagal ginjal yang akut dan misterius hingga menewaskan sedikitnya 99 anak.
Kemenkes bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Ahli Epidemiologi, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Farmakolog dan Pusat Laboratorium Forensik (puslabfor) masih melakukan pemeriksaan terkait kasus gangguan ginjal akut yang menyebabkan kematian pada anak.
Namun, Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) dr. Dante Saksono mengatakan bahwa dari 18 sirup yang di uji, 15 sirup diantaranya mengandung etilen glikol (EG) yang merupakan bahan berbahaya juga dilarang BPOM karena bahan tersebut bisa memicu gangguan ginjal akut.
Sampai dengan saat ini, Kementerian Kesehatan resmi melarang dokter dan tenaga kesehatan untuk meresepkan obat sirup atau obat-obatan dalam bentuk cair. Larangan ini sebagai bentuk kewaspadaan ditengah melonjaknya kasus gagal ginjal yang menyebabkan sedikitnya ada 99 anak yang meninggal karena mengonsumsi obat sirup.
5 Fakta Larangan Obat Sirup
Berikut ini adalah 5 fakta penting terkait larangan peredaran dan konsumsi obat dalam bentuk sediaan cair atau sirup :
Larangan Semua Jenis Obat Sirup dan Cair
Obat yang dilarang merupakan semua jenis obat-obatan dalam bentuk cair atau sirup, termasuk obat untuk orang dewasa dan tidak terbatas pada obat paracetamol sirup saja. Larangan ini berlaku sampai ada pengumuman resmi dari pemerintah terkait konsumsi obat cair atau sirup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Komponen yang Membuat Obat Sirup Diduga Pemicu Gagal Ginjal
Kementerian Kesehatan hingga kini masih melakukan investigasi secara mendalam terkait kasus gagal ginjal yang dialami oleh anak-anak. Namun, dugaan sementara adalah karena konsumsi obat sirup. Seperti yang dijelaskan oleh Staff Kemenkes Syahril, “Ini diduga bukan kandungan obatnya, namun komponen lain yang menyebabkan terjadinya intoksikasi.”
Obat Alternatif Selain Sirup
Selama larangan peredaran obat sirup, Kemenkes menghimbau kepada masyarakat untuk menggunakan obat alternatif lainnya, seperti dalam bentuk kapsul, tablet, suppositoria (anal), injeksi (suntik), atau lainnya.
Baca Juga : Mengenal Covid-19 Omicron XBB dan Gejalanya
Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia, dr. Piprim Yanuarso juga menyebut orang tua bisa memberikan kompres hangat terlebih dahulu yang aman untuk anak. Sementara itu, ia juga mengingatkan orang tua untuk tidak cepat panik ketika anak mengalami demam, batuk, dan pilek. Karena kondisi tersebut sebagai bentuk pertahanan tubuh untuk mengusir virus.
Kementerian Kesehatan Siapkan Obat Penawar
Untuk mengatasi masalah yang terjadi ini, Kementerian Kesehatan kemudian menyiapkan obat penawar untuk diberikan kepada pasien gagal ginjal akut yang masih mendapat perawatan di fasilitas kesehatan.
Jika Alami Gejala, Segera Informasikan Kepada Petugas Kesehatan
Orang tua yang memiliki anak dengan gejala penurunan frekuensi buang air kecil dengan atau tanpa demam, batuk, pilek, diare, muntah, dan mual untuk segera dirujuk ke fasilitas kesehatan terdekat.